::AKTIVITI TERKINI::

feedburner
AHLAN WA SAHLAN..
Ke Blog Karisma UiTM Segamat
Moga Bermanfaat

Adik-adik kita di Palestin

Labels: , ,






Da'wah Bukan Semusim

Labels: , , ,



Amanah dakwah yang bertimbun bagi sebagian aktivis dakwah terkadang membuatkan mereka cepat lemah dan jumud. Tawaran amanah dakwah seolah datang tak kenal waktu, menuntut kita untuk segera menyelesaikannya, belum lagi ‘assignment’ yang bertimbun, report, test, quiz dan sebagainya. Waktu senggang bagi aktivis dakwah adalah kesempatan besar yang tak boleh disia-siakan, untuk sekadar melepaskan penat yang melekat. Atau paling tidak, dapat sedikit bernafas dengan lega dari amanah-amanah yang ada.


Fenomena cuti aktivis menjadi hal yang amat unik untuk diperhati. Sebahagian diantaranya sibuk mempersiapkan diri menyusun agenda percutiannya. Mulai dari rehlah, mukhayyam sehingga pulang ke kampung pada batas waktu yang tak tentu. Sebahagian lagi sibuk memikirkan perancangan dakwah ke hadapan. Mulai dari target halaqah, strategi masuk ke kampus, jaulah dan lain-lain. Apakah ada yang salah bila aktivis-aktivis ini bercuti? Kalau selama ini mereka dikenal dengan sebutan “nahnu qowwiyun amaliyun”, jawabnya tidak! Kerana sesungguhnya kita sangat perlukan istirehat. Perlu untuk melunjurkan kaki sejenak, perlu air dingin walau seteguk dan perlu berhenti untuk mendapatkan kekuatan itu kembali.


Tetapi tidak adil rasanya ketika kita mula melepaskan ingatan-ingatan kita tentang dakwah itu sendiri. Angan kita jauh melayang entah kemana, fikiran kita seolah bebas merdeka tanpa ikatan beban apapun. Sehingga tidak dapat menangkap seberapa pentingnya amanah dakwah yang ada, menganggap amanah-amanah itu hanya milik para qiyadah semata. Ketika datang saat mutaba’ah tentang amanah yang ada, kita dengan mudah mengatakan “Afwan, belum sempat diselesaikan” atau mungkin “Afwan, tak sempat nak fikir!”


Percutian bukan bererti menjadi saat terpenting bagi untuk mengakhiri tugas-tugas panjang ini. Hal yang paling penting bagi seoarng aktivis dakwah ketika menghadapi masa cuti adalah mewaspadai kekerasan hati yang diakibatkan terlalu lamanya seseorang tidak aktif dalam medan dakwah. Hal ini tidak muncul secara sekaligus, akan tetapi secara perlahan-lahan dan beransur-ansur sehingga hampir-hampir tidak disedari. Ketika percutian datang dengan mudahnya kita mengajukan “Cuti” pada murabbi untuk sekadar tidak menghadiri liqo’. Atau mengajukan “keringanan” kepada para qiyadah untuk bebas dari amanah, sementara hari-hari kita berlalu begitu saja tanpa tarbiyah, tanpa amanah dan tanpa terlibat dengan dakwah.


Akibat dari semua ini mulai beransur-ansurlah semangat dakwah kita tidak berdaya untuk terus aktif dan terlibat dalam persoalan-persoalan dakwah. Berkaratnya hati ini membuat kita semakin mudah mengabaikan tugas-tugas jihad serta menyeru panggilan-panggilan Allah.


“Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman untuk tunduk hati mereka mengingati Allah dan kepada kebenaran yang telah turun dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan alkitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka, lalu hati mereka menjadi keras, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasiq.” (Al-Hadid:16) .


Ikhwah fillah, fahamilah bahawa dakwah yang kita lakukan sekarang bukanlah dakwah sesaat. Ini bukanlah dakwah semusim yang gelora dan semangatnya menggema saat kita menghabiskan waktu di kampus ini saja. Sementara menjelang cuti atau berakhirnya masa kuliah kita di kampus tiada lagi gaungnya sama sekali seperti gelanggang yang ditinggal penontonnya. Tiada lagi sorak-sorak suara pendukungnya, tiada lagi sorot cahaya keindahannya. Lebih parah lagi banyaknya kader yang menjadi “veteran” dalam medan perjuangan.


Jadi kita boleh mengukur sejauh mana keberhasilan cuti kita dengan amanah dakwah yang ada. Sehingga semakin banyak tugas-tugas dakwah semestinya boleh diselesaikan dengan professional, diertikan dengan pola kerja dakwah yang rapi, terstruktur dan tepat waktu kerana kita mempunyai rentang waktu yang cukup untuk memikirkan dan merencanakannya. Dan juga kita boleh menilai sejauh mana kesiapan para kader dakwah menyongsong dan menyambut amanah dakwah, kerana ia telah mendapatkan kekuatan kembali. Jadi ketika panggilan jihad itu mengalun indah bagaimana respon kita masing-masing untuk menyambutnya?


Wallahu a'lam..

::Kak Mia::





Ziarah KNL Zon Selatan

Labels:

Alhamdulillah, pada hari ahad, 21 Sept. 2008 bersamaan dengan 21 Ramadhan 1429h yang lalu telah berlangsungnya Ziarah Karisma Nasional ke negeri Johor Darul Ta'zim yang bertempat di Kersani Training Centre, Segamat. Antara ipt-ipt yang terlibat adalah UiTM Segamat, UTHM dan UTM. Manakala ziarah kali ini turut dihadiri oleh wakil dari JIM-IPT Johor iaitu Dr. Ruslan dan Dr. Zaharuddin.



Memaknai Ramadhan dalam Konteks Dakwah

Labels: , ,

Memaknai Ramadhan dalam Konteks Dakwah

Posted By Dr. Attabiq Luthfi, MA

dakwatuna.com -Hai orang-orang yang beriman, telah diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian semua bertaqwa kepadaNya“. (Al-Baqarah: 183)

Ayat-ayat tentang puasa (Ayatush Shiyam) yang tersusun secara berurutan dalam satu surah, yaitu surah Al-Baqarah dari ayat 183-187 seringkali difahami hanya dalam konteks peningkatan amaliah ibadah mahdhah. Padahal secara korelatif, ayatush shiyam selain dari sarat dengan ta’limat ilahiyyah dan taujihat rabbaniyah tentang peningkatan ruhiyah dengan penguatan amaliah ibadah, juga sarat dengan nilai-nilai dakwah dan sosial dalam kehidupan bermasyarakat. Betapa Ramadhan sangat tepat dijadikan munthalaq dakwah untuk lebih mengintensifkan kembali geliat dan gairah dakwah sehingga makna yang mewarnai kehidupan Ramadhan adalah makna-makna dakwah.

Korelasi ayatush shiyam dengan dakwah

Secara korelatif, ayat-ayat yang mendampingi ayatush shiyam, baik ayat-ayat sebelumnya maupun sesudahnya ternyata berbicara tentang dakwah dalam konteks fiqhul mu’amalah dan hokum hudud. Pendampingan dalam penyusunan seperti ini tentu mustahil tanpa hikmah dan pelajaran yang bisa digali darinya. Ayat 178-182 dari surah Al-Baqarah sebelum ayat puasa ternyata berbicara tentang hokum qishash yang merupakan bagian dari target dan realisasi dakwah, yaitu tegaknya hokum-hukum syariat. Redaksi yang digunakan juga mirip dengan redaksi yang digunakan dalam konteks perintah puasa, “Hai orang-orang yang beriman, telah diwajibkan atas kamu (menerapkan) qishash dalam hal pembunuhan”.

Ayat 188 setelah ayat puasa juga berbicara tentang hokum mu’amalah dalam konteks jual beli dan perdagangan, “Janganlah kalian memakan harta diantara kalian dengan cara yang bathil”. Padahal mu’amalah yang dijalankan dengan baik dan benar merupakan satu lagi sasaran dakwah yang harus ditegakkan sehingga akan terjamin kehormatan diri, harta dan masyarakat secara keseluruhan.

Lebih ketara lagi pada ayat 190 dan seterusnya yang berbicara tentang perintah perang yang merupakan bagian dakwah yang terbesar dan terberat, “Perangilah oleh kalian di jalan Allah orang-orang yang memerangi kalian”. Keterkaitan dan korelasi tematis ini menjadi landasan akan pemaknaan bulan Ramadhan dengan makna dakwah disamping makna-makna ibadah dan ukhuwwah.

Ta’amul da’awi di bulan dakwah

Target dari pelaksanaan ibadah puasa yang telah ditetapkan oleh Allah dengan ungkapan pengharapan “la’allakum tattaqun” merupakan jaminan akan peningkatan kebaikan seseorang yang berpuasa dengan benar. Takwa yang diharapkan dari pengalaman menjalani hidup dan kehidupan di bulan Ramadhan bisa dijabarkan sebagai bentuk pembiasaan untuk melakukan amal-amal kebaikan dan pembiasaan untuk meninggalkan amal-amal keburukan. Hasan bin Thalq menyebutkan definisi ini seperti yang dikutip oleh Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya. Takwa yang ditargetkan ternyata sangat terkait dengan bentuk ta’amul dengan Ramadhan.

Ada beberapa bentuk ta’amul (interaksi) yang bisa diaktifkan selama mengikuti amaliah Ramadhan. Namun salah satu bentuk ta’amul yang seharusnya diperhatikan oleh para da’I adalah ta’amul da’awi selain dari ta’amul ta’abbudi yang menjadi target amaliah kebanyakan orang di bulan Ramadhan. Betapa sejarah Ramadhan masa lalu sarat dengan kegiatan dan aktivitas dakwah. Bahkan kegiatan dakwah terbesar dan terberat justru terjadi di bulan Ramadhan.

Perang Badar yang merupakan perang perdana untuk menunjukkan eksistensi dakwah Islam justru terjadi di bulan puasa. (lihat surah Al-Anfal: 41). Padahal pada saat itu, Rasulullah dan para sahabat hanya mempersiapkan perlengkapan untuk menghadang kafilah dagang Abu Sufyan. Bukan untuk menghadapi pasukan Quraisy yang bersenjata lengkap. Namun jalan dakwah yang sudah diyakininya tidak mengenal kamus “mundur kembali ke garis start”. Justru dengan modal keyakinan akan janji Allah dan pembuktian akan satu komitmen yang totalitas terhadap dakwah Islam, beliau maju menghadapi berbagai rintangan, tribulasi dan setiap ujian yang menghadang di jalur dakwah. Saat pertempuran semakin sengit, Rasulullah bermunajat, “Ya Allah, jika pasukan ini hancur pada hari ini, tentu Engkau tidak akan disembah lagi ya Allah, kecuali jika memang Engkau menghendaki agar Engkau tidak disembah selamanya setelah hari ini”.

Pembukaan atau Fathu Makkah yang merupakan perjalanan dakwah terakhir Rasulullah juga terjadi dan memilih Ramadhan sebagai bulan kemenangan dakwah yang gilang gemilang. Ternyata Ramadhan merupakan pilihan yang tepat dan terbaik untuk meraih kemenangan dakwah.

Menjelang Ramadhan tiba, Rasulullah selaku pemimpin para da’i, menyampaikan satu pidato kenegaraan yang bernuansa dakwah, mengajak seluruh umat memanfaatkan bulan Ramadhan sebaik-baiknya, meraih sebanyak-banyaknya keberkahan bulan ini. Berkah dalam arti katsratul khair wal manafi’ banyak kebaikan dan manfaat yang bisa diraih darinya. Dan nantinya, kebaikan dan manfaat itu akan bertambah jika disampaikan kepada orang lain dalam bentuk dakwah yang berkesinambungan. Inilah esensi dakwah yang harus dirasakan selama mengikuti aktivitas Ramadhan.

Ada beberapa target dakwah yang layak untuk dipersiapkan oleh para kader sebagai bekal menghadapi ujian dakwah pasca Ramadhan, diantaranya:

Target menghargai waktu

Ibnul Qayyim rahimahuLlah menegaskan substansi dan nilai waktu dalam kehidupan manusia, “Sebenarnya waktu yang dimiliki oleh manusia adalah umurnya sendiri yang terus berjalan perlahan seperti gerakan awan. Setiap waktu yang digunakan untuk Allah, itulah kehidupan dan umurnya. Sementara itu, waktu yang digunakan selain dengan tujuan tersebut tidak dianggap sebagai waktu (yang berarti) bagi hidupnya. Jika dia terus hidup, maka hidupnya sama dengan kehidupan binatang. Jika dia menghabiskan waktu dalam keadaan lalai, lupa diri, dan membangun harapan-harapan bathil, maka waktu terbaik yang dilaluinya adalah ketika tidur dan menganggur. Maka orang tersebut lebih baik mati daripada terus bertahan hidup”. (Al-Jawab Al-Kafi)

Ungkapan Ibnul Qayyim sangat tepat untuk diperhatikan dalam konteks Ramadhan. Betapa banyak waktu yang terkadang terbiar tanpa aktivitas di bulan ini. Padahal keutamaan yang disediakan oleh Ramadhan memiliki motivasi tersendiri untuk memenuhi waktu demi waktu di bulan ini dengan amal sholeh.

Ibnu Mas’ud radiyaLlahu anhu mengingatkan kepada kita akan penyesalan waktu yang tidak bermanfaat, “Aku tidak pernah menyesali sesuatu seberat penyesalanku terhadap satu hari dimana matahari sudah tenggelam dan umurku berkurang, namun amal kebaikanku tidak bertambah”.

Dalam konteks dakwah, waktu adalah harta yang paling berharga bagi seorang da’i, karena waktu adalah modal utamanya. Aktivitas dakwah mustahil bisa mencapai tujuan dan merealisasikan sasarannya, kecuali jika ia bisa menggunakan dan mengoptimalkan waktunya dengan sungguh-sungguh. Ramadhan mengajar banyak kepada para da’I akan penting dan berartinya waktu. Bahkan ada waktu yang lebih baik dan lebih besar nilainya dari seribu bulan, yaitu lailatul qadar. Dan itu hanya Allah sediakan di bulan Ramadhan.

Target keteladanan

Berdakwah dalam arti menyeru manusia kepada kebaikan, jika disertai dengan penyimpangan perilaku para da’inya merupakan penyakit yang akan menimbulkan kebimbangan dalam diri. Bukan hanya pada diri seorang da’I tetapi berakibat juga terhadap dakwah. Dalam konteks dakwah saat ini, masyarakat sangat menanti dan mendambakan lahirnya teladan yang membuat mereka yakin akan seluruh ajaran Islam. Jika tidak, mereka tidak lagi percaya kepada agama ini setelah terlebih dahulu kehilangan kepercayaan kepada pada da’I ang menyebarkannya. (Muhd. Abduh, Madza Ya’ni Intima’i liddakwah).

Keteladan seorang da’i merupakan pilar utama kesuksesan dakwah. Keteladan Rasulullah saw yang diungkapkan oleh Aisyah ra “akhlaknya adalah Al-Qura’n” merupakan kunci utama kesuksesan dan penerimaan dakwah beliau. Maka Ramadhan merupakan momen penting untuk membangun keteladanan; keteladanan dalam bersikap, bertingkah laku, keteladanan dalam kesabaran, keteladanan dalam beramal dan keteladanan dalam membangun persaudaraan diantara sesame muslim untuk dijadikan sarana dakwah. Semua keteladanan itu ternyata merupakan petunjuk praktis dan aturan main amaliah Ramadhan.

Target wirid harian

Satu ayat yang disisipkan di tengah-tengah ayatush shiyam adalah ayat 186 yang berbicara tentang do’a dan dzikir, “Jika hambaKu bertanya kepadamu tentang Aku, maka katakanlah Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permintaan hambaKu jika ia memohon kepadaKu”. Penyisipan ayat ini mengisyaratkan bahwa amaliah Ramadhan hendaklah senantiasa diiringi dengan doa memohon pertolongan dan kekuatan dariNya, apalagi dalam konteks dakwah, sangat tepat jika wirid dan doa ini senantias menghiasi kehidupan para da’i.

Wirid merupakan sarana membersihkan diri dan beribadah kepada Allah sekaligus sebagai bekal selama menempuh perjalanan dakwah. Ada tiga bentuk wirid yang sangat baik untuk diperbanyak di bulan Ramadhan sebagai sentuhan energi dan kekuatan dalam berdakwah; wirid do’a seperti istighfar, tasbih, tahmid, takbir, tahlil, tilawah Qur’an dan wirid kalimah thoyyibah lainnya. Wirid robithah untuk memperkuat hubungan bathin diantara sesame da’I sebagai bentuk do’a an dzharil ghayb yang sangat dianjurkan oleh Rasulullah saw. Wirid muhasabah dalam bentuk mengingat dan mengevaluasi seluruh aktivitas dakwah yang dilakukan pada hari itu. Jika ada kebaikan, segeralah mensyukurinya dan jika ada kekurangan dan kekhilafan, segeralah untuk memohon ampunan dan memanjatkan doa kepada Allah, lalu bertobat untuk memperbaiki gerak dakwah di masa yang akan datang.

Wirid-wirid harian ini terasa akan lebih efektif jika dilaksanakan saat menjelang malam hari berbarengan dengan aktivitas qiyamul lail. Kekuatan doa dan wirid akan memperkuat langkah dan azam dakwah “Doa adalah senjata orang yang beriman”. Dan bulan Ramadhan adalah syahrul maghfirah waddu’a.

Target-target da’awi di bulan Ramadhan

Syekh Musthafa Masyhur menekankan akan pentingnya tarbiyah dalam konteks dakwah, “Salah satu prinsip mendasar yang sangat ditekankan oleh Imam Syahid Hasan Al-Banna dan harus kita jaga adalah memberi perhatian terhadap masalah tarbiyah dan aspek ritual. Kedua hal ini ibarat ruh yang ada pada tubuh manusia, baik dalam skala individu maupun dalam skala jama’ah. Imam Hasan Al-Banna rahimahuLlah yakin bahwa seorang muslim yang berpegang teguh dengan sifat-sifat orang yang beriman adalah fondasi utama harakah, pembinaan dan usaha untuk merealisasikan tujuan-tujuan dakwah. Dialah yang membangun keluarga muslim, masyarakat muslim dan Negara muslim. Ketika unsur ini kokoh, maka proses pembangunan akan berjalan setahap demi setahap dengan kokoh dan baik, begitupula sebaliknya”. (Fiqhud Da’





Tanzim K-UiTM Segamat [ sesi 2007-2008 ]

Labels:

TANZIM KARISMA UiTM SEGAMAT
Sesi 2007 - 2008



AMIR

Ya Asrul Bin Yaman
BBA Finance

======================

AMIRAH

Raudhah Bt Nor Hisham
BBA Islamic Banking

======================

SETIAUSAHA

Nurul Damia Bt Md Zin
Dip. in Information Management

=======================

BENDAHARI

Kausar Bt Jiwa
Dip. Business Studies

========================

AJK


Abdullah Amin Bin Mokri (TPSM)
Dip. Business Studies Transport

Siti Husna Bt Samsudin
Dip. in Accountancy

=============================